"Bye Guru KILLER, Hello Guru HUMBLE"

3 min read

Oleh: Rani Prastuti, S.Pd
Guru SMKN 7 Baleendah

ZONASIONAL - Guru selalu dianggap sebagai pilar utama pembentukan karakter dan intelektualitas generasi muda dalam perjalanan panjang sejarah pendidikan.

Namun, di tengah arus perubahan zaman, terkadang kita menemui fenomena "guru killer" yang mungkin terlalu fokus pada otoritas dan ketidaksenangan terhadap sifat dasar kemanusiaan. Sebaliknya, kehadiran "guru humble" menawarkan pendekatan yang lebih humanis, kolaborasi, mengutamakan empati, dan membangun jembatan positif antara guru dan siswa.

Guru super galak yang menjadi sosok menakutkan bagi para siswa disebut sebagai guru killer. Guru killer adalah guru yang gampang marah, membuat pelajaran jadi tegang dan bisa saja membuat para siswa berkeringat dingin sepanjang jam pelajaran. Guru killer sering kali terjebak dalam penggunaan kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru sering menggunakan kekuasaannya untuk membatasi partisipasi siswa yang kurang berprestasi atau tidak mengikuti materi dengan cepat.

Guru killer menunjukkan kurang peduli terhadap kebutuhan individu siswa, kurang memberikan waktu ekstra untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan, melainkan memilih untuk fokus pada siswa-siswa yang dianggapnya "cerdas" atau "berpotensi". Hal ini menciptakan ketidaksetaraan dalam peluang belajar dan membuat beberapa siswa merasa tidak dihargai.

Guru killer juga dianggap selalu memberikan intimidasi. Guru menggunakan bahasa yang mengancam untuk menyuarakan ketidakpuasannya terhadap kinerja siswa. Beberapa siswa melaporkan bahwa mereka merasa takut untuk bertanya atau meminta bantuan, karena takut mendapat respons negatif dari guru mereka.

Selain hal itu, Guru killer memberikan kritik yang keras dan mempublikasikan nilai siswa di depan kelas tanpa memberikan kesempatan untuk perbaikan atau klarifikasi. Hal ini menciptakan atmosfer yang sangat kompetitif dan menekan, daripada mendorong siswa untuk belajar dengan sukarela.

Pendekatan ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk pembelajaran, menghambat kreativitas, dan merugikan perkembangan siswa.

Dampak negatif dari pendekatan ini juga dapat menciptakan jurang antara guru dan siswa. Siswa mungkin merasa takut atau tidak nyaman untuk bertanya, menghambat pertumbuhan intelektual mereka dan merugikan potensi belajar yang seharusnya memotivasi mereka.

Berkaitan dengan hal di atas guru harus mampu mengubah pandangan guru killer menjadi guru humble. Pergeseran dari "guru killer" ke "guru humble" merupakan tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh para pendidik, tetapi juga oleh sistem pendidikan secara keseluruhan. Penting bagi kita untuk mulai mengubah paradigma pendidikan yang berfokus pada hasil dan statistik belaka, dan beralih ke pendekatan yang lebih holistik dan manusiawi.

Paradigma pendidikan, bukan hanya tentang penguasaan materi pelajaran, tetapi juga tentang membentuk karakter dan kepedulian sosial. Oleh karena itu, melatih para guru untuk menjadi lebih peka terhadap kebutuhan emosional dan psikologis siswa adalah langkah penting menuju transformasi pendidikan yang lebih baik.

Guru humble adalah guru yang mampu membangun kolaborasi dan empati. Mereka menyadari bahwa kekuasaan sejati bukanlah mengendalikan, tetapi memberdayakan. Guru humble berusaha membangun hubungan yang saling menghormati dan membuka ruang untuk dialog. Mereka memahami bahwa setiap siswa unik, dengan kebutuhan dan potensi yang berbeda. Guru humble memberikan perhatian khusus pada siswa-siswa yang menghadapi kesulitan dalam pemahaman materi. Ia tidak ragu untuk memberikan waktu tambahan dan dukungan ekstra, baik secara individu maupun melalui sesi belajar kelompok.

Guru ini juga menerapkan metode pengajaran yang bersifat partisipatif, mendengarkan ide dan pandangan siswa dengan cermat.

Guru humble juga menerapkan empati sebagai instrumen utama dalam mengajar. Mereka berusaha untuk memahami kehidupan pribadi dan tantangan yang dihadapi siswa mereka. Dengan demikian, guru ini dapat memberikan dukungan yang lebih baik, membantu siswa mengatasi kesulitan, dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif.

Guru Humble berusaha untuk mengenal setiap siswa secara pribadi. Ia menyelenggarakan sesi individual untuk berbicara dengan setiap siswa tentang minat mereka, impian masa depan, dan bahkan kesulitan pribadi yang mungkin mereka hadapi. Pendekatan ini menciptakan rasa kepercayaan dan keamanan di antara siswa, membantu mereka merasa didengar dan dihargai. Guru yang humble senantiasa menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi. Ia memahami perbedaan individual siswa dan memberikan variasi dalam metode pengajaran untuk menyesuaikan dengan gaya belajar masing-masing.

Tindakan empatik lainnya adalah membuat siswa merasa tidak sendirian dalam menghadapi tantangan dan memberikan mereka kepercayaan diri untuk mengatasi masalah, mengajukan pertanyaan yang melibatkan aspek emosional siswa, dan menginspirasi mereka untuk membagikan pengalaman pribadi mereka.

Sebagai masyarakat yang peduli terhadap masa depan generasi penerus, kita perlu bersama-sama menciptakan perubahan dalam pendidikan. Dengan mengucapkan "bye" pada paradigma guru killer dan menyambut "hello" pada kehadiran guru humble, kita bisa membentuk lingkungan belajar yang lebih mendukung, membawa dampak positif pada perkembangan anak-anak, dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan global di masa depan.

(Red)

Posting Komentar