Jurnalisme Berkualitas, Pengertian dan Karakteristiknya
Jurnalisme berkualitas (quality journalism) merupakan isu aktual di kalangan wartawan dan kreator konten saat ini. Isu jurnalisme berkualitas ini dimunculkan Dewan Pers dengan mengusulkan draf Peraturan Presiden (Perpres) yang disebut “Perpres Jurnalisme Berkualitas” atau “Publisher Rights”.
Secara garis besar, Publisher Rights merupakan regulasi yang mengatur agar
platform digital global seperti Google dan Meta memberikan timbal-balik yang
seimbang atas konten berita yang diproduksi media lokal dan nasional.
Perpres Jurnalisme Berkualitas menuai kontroversi dan ditolak oleh Google
dan Meta. Perpres Jurnalisme Berkualitas dinilai berdampak negatif pada
ekosistem berita digital.
Google berpendapat, Perpres ini dapat membatasi berita yang tersedia secara online dan hanya
menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita, sementara membatasi keberagaman
sumber berita bagi publik.
Google juga mengkhawatirkan pemberian kekuasaan kepada lembaga
non-pemerintah untuk menentukan konten yang boleh muncul online dan
perusahaan pers mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.
Meta juga menolak Perpres Jurnalisme Berkualitas versi Dewan Pers ini. Platform digital Meta bahkan mengancam
akan memblokir konten berita dari Indonesia di semua platform mereka, seperti
Facebook dan Instagram.
Direktur Kebijakan Publik Meta Regional Asia Tenggara Rafael Frankel
mengatakan, mereka tidak bisa menerapkan kewajiban yang diajukan dalam
rancangan peraturan presiden tersebut. Mereka meminta pemerintah untuk kembali
mempertimbangkan hal tersebut. (Kompas)
Merespons penolakan tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) menjelaskan,
rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas bukan pembatasan, melainkan
pengaturan.
Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong, Perpres
Jurnalisme Berkualitas bertujuan yang didapat publik adalah informasi yang
baik, jurnalisme yang bagus, berkualitas, sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers. (CNNI).
Isi Draf Perpres Jurnalisme Berkualitas
Draf Perpres Jurnalisme Berkualitas ditandatangani
oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dan diajukan kepada Presiden pada 17 Februari
2023.
Di dalamnya terdapat usulan mengenai kerja sama antara platform digital dan
perusahaan pers, serta tanggung jawab platform digital dalam mendukung
jurnalisme berkualitas.
Perpres ini berisi pengaturan terhadap “kinerja” perusahaan platform digital,
perusahaan pers, kesepakatan bagi hasil antara perusahaan platform digital
dengan perusahaan pers.
Dewan Pers menetapkan sejumlah poin kewajiban bagi perusahaan platform
digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas, meliputi:
1. Mencegah penyebaran dan komersialisasi konten berita
yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan.
2. Menghapus berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pers.
3. Berbagi data agregat aktivitas pengguna yang berasal
dari pemanfaatan konten jurnalistik milik perusahaan pers secara transparan dan
adil.
4. Memberitahukan perubahan algoritma atau sistem
internal yang mempengaruhi distribusi konten, referral traffic, dan sistem
paywalls setidaknya 28 hari sebelum perubahan dilakukan.
5. Memastikan bahwa perubahan algoritma tersebut tetap
mendukung hadirnya jurnalisme berkualitas sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik
dan Undang-Undang Pers.
6. Tidak mengindeks dan menampilkan konten jurnalistik
hasil daur ulang dari media lain tanpa izin.
7. Memberikan perlakuan yang sama kepada semua perusahaan
pers dalam penyediaan layanan platform digital.
Pengertian Jurnalisme Berkualitas
Ketika pertama kali saya mendengar istilah jurnalisme berkualitas, saya
kira Dewan Pers atau Pepres ini mendorong media berita, pers, atau wartawan untuk menaati kaidah dan kode etik jurnalistik dalam pemberitaan.
Saya kira Perpres ini akan mendorong wartawan menjauhi jurnalisme umpan klik (clickbait journalism)
dan “memotong-motong berita dalam beberapa halaman” (multiple pages).
Secara konsep, jurnalisme berkualitas adalah karya jurnalistik yang
memegang teguh prinsip-prinsip verifikasi, akurasi, imparsialitas,
keseimbangan, kejujuran (fairness), integritas, independensi, kebenaran
kontekstual, dan transparansi sebagaimana dirangkum dalam kode etik jurnalistik
dan/atau elemen jurnalisme.
Karakteristik Jurnalisme Berkualitas
Berikut ini salah satu ulasan tentang jurnalisme berkualitas
dari Johanna Vehkoo, editor sastra di surat kabar Aamulehti di
Finlandia dan rekan yang disponsori Helsingin Sanomat.
Vehkoo menulis hasil penelitian tentang karakterstik jurnalisme
berkualitas dalam makalah yang bertajuk “Apa itu Jurnalisme Berkualitas: dan
Bagaimana Cara Menyelamatkannya” (What is Quality Journalism: and how can it
be saved). Fokusnya pada apa yang perlu dilakukan dalam menjaga konten
berkualitas dan menjadikannya lebih baik.
Ia memulai dengan mengkaji bagaimana para pakar media mendefinisikan “jurnalisme berkualitas” dan menyimpulkan bahwa peran
utama jurnalisme adalah menjadi pemantau independen terhadap kekuasaan dan
menjadi pelayan warga negara.
Namun, jurnalisme yang baik juga harus mencoba memahami dunia yang kacau di
sekitar kita. Ia menafsirkan, menganalisis, dan berusaha memberi makna pada
semua ocehan yang terjadi’.
Ia menyimpulkan dengan tujuh rekomendasi rinci untuk menyelamatkan
jurnalisme berkualitas, termasuk ‘konten harus diutamakan sebelum model
bisnis’, ‘jurnalis harus berspesialisasi’, dan ‘berinvestasi pada kualitas’.
Pengertian dan karakeristik jurnalisme berkualitas hasil studi Vehkoo ini
bisa disimak lengkap di laman Reuters Institute.
Ia mengutip juga karakteristik jurnalisme berkualitas dari John C. Merrill
dalam buku The Elite Press. Great Newspapers of the
World (1968). Merrill memberikan indikator kualitas pers sebagai
berikut: pers yang bebas, jurnal yang berani, andal, independen, dan
berorientasi pada pandangan berita bertanggung jawab kepada pembacanya.
Inilah lima kategori besar yang membentuk kualitas sebuah media:
1.
Independen; stabilitas keuangan; integritas;
kepedulian sosial; penulisan dan editing yang baik.
2.
Pendapat yang kuat dan penekanan interpretatif;
kesadaran dunia; non-sensasionalisme dalam artikel.
3.
enekanan pada politik, hubungan internasional,
ekonomi, sosial kesejahteraan, usaha kebudayaan, pendidikan, dan ilmu
pengetahuan.
4.
Berkepentingan dengan mendapatkan, mengembangkan dan
mempertahankan organisasi yang besar, cerdas, staf yang terdidik, fasih
berbicara, dan mahir secara teknis.
5.
Tekad untuk mengabdi dan membantu mengembangkan
generasi terpelajar, intelektual jumlah pembaca di dalam dan luar negeri;
keinginan untuk menarik, dan memengaruhi, pemimpin opini di mana pun.
Dikutip juga pandangan Robert G. Picard (2000): satu-satunya cara mengukur
kualitas jurnalistik adalah dengan menilai kegiatan jurnalistik. Kegiatan yang
dapat diukur adalah:
1.
Wawancara; apakah jurnalis melakukan wawancara
sebelum menulis berita.
2.
Pengumpulan informasi melalui telepon, mengatur
wawancara.
3.
Menghadiri acara tentang berita yang ditulis.
4.
Menghadiri rapat staf, diskusi, dan pelatihan.
5.
Membaca untuk memperoleh latar belakang materi dan
pengetahuan.
6.
Berpikir, mengorganisasikan materi, dan menunggu
informasi dan bahan.
7.
Pergi ke dan dari lokasi pengumpulan informasi atau
lokasi peristiwa.
Vehkoo juga tak luput mengutip sembilan elemen jurnalisme Kovach &
Rosenstiel (2001):
1.
Kewajiban pertama jurnalisme adalah terhadap
kebenaran.
2.
Loyalitas pertamanya adalah kepada warga negara.
3.
Esensinya adalah disiplin verifikasi.
4.
Para praktisinya harus menjaga independensinya dari
pihak-pihak yang mereka liput.
5.
Pemerintah harus berfungsi sebagai pemantau kekuasaan
yang independen.
6.
Harus menyediakan forum kritik dan kompromi publik.
7.
Perusahaan harus berusaha membuat hal-hal penting
menjadi menarik dan relevan.
8.
Beritanya harus komprehensif dan proporsional.
9.
Para praktisinya harus diizinkan untuk menggunakan
hati nurani pribadi mereka.
Demikian pengertian jurnalisme berkualitas dan karakteristiknya. Perpres
Jurnalisme Berkualitas harusnya mendorong kompetensi wartawan dan ketaatan pada
kaidah dan kode etik jurnalistik dalam pemberitaan, bukan berusaha
mengendalikan berita yang disebarkan, apalagi mengatur algoritma Google dan
Meta. Wasalam.
sumber: romeltea.com