Toxic Productivity: Ekspetasi Tidak Realistis Jadi Pemicu Adanya 'Toxic' Produktivitas
"Toxic Productivity"
ZONASIONAL - Work-life balance, mungkin begitu yang sering kita dengar, bukan? Sebuah seruan agar kita menjalankan kehidupan dengan seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang kita miliki. Namun, work-life balance ini kerap tidak berlaku pada beberapa kasus orang yang gila kerja, mungkin kali ini akan terdengar 'relate' dan mungkin juga kamu salah satunya?
Pernahkah kamu ada di fase merasa bersalah jika tidak melakukan kegiatan yang produktif meski itu hanya beberapa kali? Atau mungkin kamu dicap 'si paling sibuk' oleh teman-teman kamu karena susah diajak keluar nongkrong bersama? Hmm, mungkin juga kamu punya serangkaian rencana yang padat setiap harinya sehingga merasa seperti dikejar-kejar tanggungan? Well, kali ini kita bahas mengenai Toxic Productivity, ciri-ciri dan cara mengatasinya.
Produktivitas mengenal istilah 'toxic' jika dilakukan secara berlebihan, sehingga berdampak negatif pada kesehatan mental, emosional, maupun fisik kita.
Menurut Dr. Julie Smith, seorang psikolog klinis dari Hampshire, Inggris. Berpendapat jika "Toxic productivity adalah sebuah obsesi untuk mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal."
Tidak ada yang salah dengan menghabiskan waktu untuk kegiatan yang produktif, namun alangkah baiknya jika kita dapat mengenal batasan sampai mana kita berhenti dan beristirahat sejenak. Yuk, kenali ciri-ciri toxic productivity:
1. Merasa kurang dengan waktu dan bekerja secara berlebihan, seolah terdoktrin oleh kata-kata "Don't stop when you're tired, stop when you're done." sebuah quote yang melekat pada mereka yang menyandang gelar workaholic.
2. Memiliki ekspetasi yang tidak realistis, pada kasus orang yang terjerat toxic productivity sering kali merasa tidak puas jika hasil dari pekerjaannya yang tidak totalitas.
3. Rentan mengalami penurunan kesehatan, bekerja secara berlebihan dan kurangnya istirahat menjadi faktor utama menurunnya kondisi kesehatan, sehingga rentan sakit.
Baca berita di halaman selanjutnya...
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Bagaimana jika memang pekerjaan kita padat dan harus selesai dalam waktu yang cepat? Atau bagaimana jika nanti hasilnya sangat kurang dari yang diharapkan, semua pertanyaan ini membutuhkan komitmen pada diri sendiri, seperti apa? Berikut penjelasannya:
1. Memiliki goals dan target dalam sebuah pekerjaan memang sangat dibutuhkan, namun baiknya ekspetasi yang kita buat sebagai tujuan utama harus dibarengi sesuai kemampuan diri sendiri, bedakan antara ekspetasi dan realita yang sedang kita hadapi saat ini.
2. Berhenti merasa jika istirahat yang kita habiskan merupakan waktu yang sia-sia. Kita memerlukan waktu untuk refleksi diri dan menetapkan batasan.
3. Prioritaskan kesehatan, utamakan kesehatan mental dan fisik, kita dapat mengisi waktu istirahat dengan olahraga, meditasi, atau hal menyenangkan lainnya.
Nah, mungkin itu yang bisa kita lakukan jika memang merasa pekerjaan yang kita lakukan sudah di luar batas kemampuan. Well, Don't forget to love yourself first!
Referensi:
Palena, R. (2022, 22 Januari) When Doing is Your Undoing: Toxic Productivity. Psychology Today. Diakses pada 21 Januari 2024, dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/leading-success/202201/when-doing-is-your-undoing-toxic-productivity
Dr. Julie Smith (psikolog). (2022, 4 November). What Is Toxic Productivity?. BBC. Diakses pada 21 Januari 2024, dari https://m.facebook.com/bbcradio1/posts/10158942548126763/?comment_id=10158942983976763
(Nazwa Fauzya)