Selasa, 20 Februari 2024

FSGI Prihatin Atas Kekerasan yang Menimpa Seorang Siswa SMA internasional di Serpong


ZONASIONAL - Seorang siswa SMA internasional di Serpong, Tangerang Selatan, diduga jadi korban bullying, atau perundungan oleh geng sekolah hingga harus dirawat di rumah sakit. Pihak sekolah membenarkan kasus tersebut yang diduga melibatkan anak seorang public figure. Peristiwa itu disebut terjadi di warung di belakang sekolah. 

Korban disebut merupakan calon anggota geng. Kekerasan fisik kemudian diduga terjadi. Saat itu, korban disebut diikat di tiang hingga dipukuli menggunakan balok kayu dan diduga juga disundut rokok. 

Federasi Serikat Guru Indonesia menyampaikan :

1. Keprihatinan atas kasus dugaan perundungan/kekerasan fisik, yaitu memukul korban dengan  kayu bahkan disundut rokok. Korban satu orang dan pelaku beberapa orang. Kekerasan tersebut di videokan dan ternyata ada yang mengunggah di sosial media sehingga viral. Dalam video yang beredar tersebut, kekerasan yang dilakukan berpotensi kuat membahayakan keselamatan korban;

2. Kekerasan tersebut dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan Pendidikan dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik berupa penganiayaan. Menurut keterangan yang beredar di media, korban adalah calon anggota geng sekolah yang sedang menjalani perploncoan oleh anggota geng yang lain, sehingga korban tidak mungkin melawan kalaupun tidak diikat sekalipun. 

3. Kekerasan fisik berupa penganiayaan berbeda dengan pembullyan, karena bully setidaknya memenuhi 4 indikator, yaitu sebagai berikut : (1) dilakukan dengan agresif; (2) ada relasi kuasa (dalam hal ini kakak senior terhadap adik junior); (3) berulang (kalau memukulinya sudah sadis, maka itu biasanya bukan kejadian pertama); (4) korban merasa tidak nyaman, terluka atau  tersakiti.

4. FSGI menyayangkan pernyataan sekolah yang terkesan cari aman dan lepas tangan dg alasan  peristiwa ini terjadi di luar sekolah, adapun tanggung jawab sekolah melekat terhadap peserta didiknya selama berartibut sekolahnya , selain itu lokasi kejadian di sebuah warung tomngkrongan yang letaknya di belakang sekolah, dan yang terlibat seluruhnya peserta didik dari sekolah . Padahal anak korban maupun pelaku diduga kuat semuanya bersekolah ditempat yg sama, yaitu Binus International School. 

5. FSGI menduga kuat bahwa Sekolah ini kemungkinan belum mengimplementasikan Permendikbudristek 46 tahun 2023 ttg pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan (PPKSP). Karena menurut Permendikbudristek 46 cakupan kekerasan yang dapat ditangani oleh Tim PPK Sekolah diantaranya terjadi di luar sekolah tapi peserta didik yang terlibat merupakan siswa sekolah tersebut.  Apalagi ini adalah geng sekolah yang melibatkan peserta didik di Binus International School. Seharusnya sekolah dapat mengindetifikasi munculnya geng ini dan mencegah geng ini berkembang dengan merekrut adik adik kelas melalui cara kekerasan.

6. FSGI mendesak Kemendikbudristek untuk segera turun tangan menangani kasus kekerasan peserta didik di Binus International School yang diduga kuat merupakan satuan Pendidikan SPK (Sekolah Perjanjian Kerjasama) yang ijinnya dari Kemendikbudristek.  Oleh karena itu, FSGI mendorong Kemendikbudristek menegakan aturan sesuai ketentuan dalam Permendikbudristek 46/2023 tentang PPSK. 

7. FSGI  mendorong kepolisian mengusut tuntas kasus ini  sesuai peraturan perundangan yg berlaku. Jika korban dan pelaku masih usia anak ( 18 tahun ke bawah) maka dalam penanganannya, kepolisian harus menggunakan UU 35/2014 tentang  Perlindungan Anak dan UU 11/2012 ttg Sistem Peradilan Pidana Anak ( SPPA).

8. FSGI mendorong anak korban mendapatkan pemulihan psikologi, harus dipenuhi pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait hak anak.

9. Geng sekolah saaat ini sudah menjamur di berbagai sekolah, oleh karena itu FSGI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah bersama Kemendikbudristek untuk memikirkan cara dan terapi yang tepat untuk mencegah dan membubarkan geng-geng sekolah yang berpotensi melakukan berbagai kekerasan. Bebrbagai bentuk akan berdampak buruk pada tumbuhkembang anak. 

10. FSGI juga mendorong anak-anak pelaku dirahasiakan identitasnya sebagaimana ketentuan dalam UU 11/2012 tentang SPPA, baik oleh pihak kepolisian maupun media massa. 

11. FSGI juga mendorong Masyarakat untuk menghentikan share video ke media social, jika kita menerima, cukup berhenti di kita dan jangan di sebar lagi. Karena ketika di share lagi, berpotensi ada peniruan peserta didik lain di Indonesia, menimbulkan trauma, dan jejak digital akan berdampak buruk baik pada anak korban maupun anak-anak pelaku. 

Jakarta, 20 Februari 2024

Retno Listyarti (Ketua Dewan pakar FSGI)

Heru Purnomo (Sekjen FSGI)

(Mang Sambas)

Previous Post
Next Post

0 Comments: