Minggu, 03 Maret 2024

FSGI Tanggapi Perihal Anggaran Makan Siang Gratis Pakai Dana BOS


ZONASIONAL -Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran DKI Jakarta, Ahmed Zaki Iskandar, ikut meninjau simulasi makan siang gratis bersama Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). Setelah peninjauan, Ahmed mengusulkan agar pendanaan program tersebut dengan menggunakan bantuan operasional sekolah (BOS) spesifik atau afirmatif. Melalui skema tersebut dia mengeklaim pemantauan anggaran akan jelas dan tertib dan bisa langsung dicairkan ke rekening sekolah terkait.

Usulan Ketua TKD Prabowo_Gibran DKI Jakarta tersebut untuk menggunakan skema dana BOS afirmasi bagi pembiayaan program makan siang gratis setiap hari di sekolah adalah wujud ketidakberpihakan pada layanan Pendidikan yang adil dan berkualitas. Pernyataan tersebut juga menunjukkan kegagalan memahami tujuan kebijakan dana BOS dan BOS afirmasi. 

Dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja non personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, tidak ada satu pun peraturan perundangan yang mengijinkan dana BOS digunakan untuk makan siang gratis setiap hari untuk seluruh peserta didik. 

Dana BOS adalah pogram pemerintah Indonesia yang memberikan bantuan keuangan kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, baik negeri maupun swasta.  Dana BOS selama bertahun-tahun digunakan untuk biaya operasional seperti gaji guru dan karyawan, kebutuhan belajar mengajar seperti buku, kertas, alat tulis kantor, dan keperluan lain seperti biaya Listrik, air dan perawatan gedung sekolah.

Sedangkan dana BOS afirmatif atau afirmasi adalah program pemerintah pusat yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal. Dana BOS ini bertujuan untuk membantu peningkatan mutu pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. 

Dasar Penolakan FSGI 

1. Tidak semua sekolah di Indonesia mendapatkan BOS Afirmasi.

BOS Afirmasi selama ini hanya diberikan pada sekolah-sekolah tertentu, misalnya sekolah yang berada di wilayah tertinggal, meskipun tidak berada di daerah tertinggal, memang  ada sejumlah sekolah yang mendapatkan BOS Afirmasi, namun jumlah yang mendapatkan BOS Afirmasi hanya sedikit sekolah. 

Adapun besaran Jumlah BOS Afirmasi  biasanya  hanya puluhan juta, jarang yang mencapai ratusan juta, mungkin kisaran umumnya hanya kurang lebih  Rp 100 juta per tahun. Apakah anggaran sebesar itu cukup membiayai makan siang gratis selama satu tahun?  Lalu, bagaimana dengan sekolah yang tidak mendapatkan BOS Afirmasi, akan menggunakan anggaran dari mana untuk makan siang gratis di sekolahnya?

2. Dana BOS Reguler masih minim.

Jumlah dana BOS yang dikelola sekolah sangat bergantung pada jumlah peserta didiknya, makin banyak peserta didik, maka makin besar jumlah dana BOS yang diterima sekolah. Begitupun sebaliknya, makin sedikit jumlah peserta didik, maka makin kecil pula dana yang diterima.  Selain itu, Dana BOS yang selama ini di Kelola sekolah juga masih perlu ditambah. 

Jika dana BOS yang diterima besar, maka layanan Pendidikan dapat berjalan baik, namun jika Dana BOS digunakan untuk makan siang gratis maka dapat dipastikan jumlah yang diterima sekolah saat ini pastilah tidak cukup, bahkan sekolah bisa tidak dapat membeli ATK, membayar Listrik, air, guru honor, dll karena habis buat makan siang gratis. Saat ini Dana BOS untuk setiap jenjang Pendidikan rata-rata kisarannya adalah sebesar :

- Jenjang PAUD sebesar Rp 700 ribu/anak/tahun; 

- Jenjang SD sebesar Rp 900 ribu/anak/tahun

- Jenjang SMP sebesar Rp 1,1 juta/anak/tahun

- Jenjang SMA sebesar Rp 1,5 juta/anak/tahun

- Jenjang SMK sebesar Rp 1,6 juta/anak/tahun

- Jenjang SLB sebesar Rp 3,5 juta/anak/tahun 

Total Dana BOS yang digelontorkan pemerintah Indonesia ke sekolah-sekolah saat ini hanya Rp 59,08 T/tahun, sementara anggaran maksi gratis mencapai Rp 450T/tahun.  Jadi tidak mungkin Dana BOS yang saat ini  di gelontorkan akan digunakan untuk membiaya maksi gratis, karena itu berarti menghentikan layanan Pendidikan. 

3. Makan Siang Gratis Berpotensi Mubazir Ketika Anak Menolak Memakannya karena beragam alasan

Dari hasil kajian Pisa (Desember 2023),  Indonesia tidak termasuk negara yang anak-anaknya mengalami kekurangan makan, terutama anak Indonesia yang sedang bersekolah di semua jenjang Pendidikan saat ini  tidak termasuk yang mengalami kekurangan makan.  

Selain itu, Orangtua yang lebih paham makanan  kesukaan anaknya dan dapat memasak sendiri sehingga lebih bersih, bergizi  dan sehat.  Program  maksi gratis dengan dengan menu yang disamaratakan, pasti sangat sulit diterima anak dengan beragam alasan, seperti tidak suka, alergi makanan tertentu, dll. Bisa-bisa maksi gratis itu tidak dimakan oleh anak, kemungkinan dibuang dan mubazirlah uang negara. 

4. Jika anggaran maksi gratis dibebankan pada dana BOS, baik itu BOS Reguler, BOS Kinerja, maupun BOS Afirmasi, maka pembiayaan Pendidikan akan tergerus, Pendidikan berkualitas tidak akan tercapai. 

Rekomendasi

1. FSGI mendorong Pemerintahan yang baru nanti melakukan kajian akademik  untuk memetakan  sekolah mana di suatu daerah yang memang peserta didiknya membutuhkan program makan siang gratis.  Misalnya, di daerah tertinggal. Namun dengan catatan, anggarannya tidak menggunakan Dana BOS.  Baik BOS Reguler, BOS Kinerja/Prestasi maupun BOS Afirmasi. 

2. FSGI mendorong Pemerintahan yang baru melaksanakan amanat Konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, FSGI mendorong pemerintah sungguh-sungguh membangun Pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.   

Jangan sampai negara justru terkesan hendak menggunakan teori Shang Yang tentang tujuan utama dari negara adalah satu pemerintahan yang berkuasa penuh terhadap rakyat dengan jalan melemahkan dan membodohkan rakyat. Teori ini didasarkan atas pendapat bahwa menurut Lord Shang pada setiap negara selalu terdapat dua subjek yang saling berhadapan dan saling bertentangan, yaitu pemerintahdan rakyat, artinya kalau rakyat yang kuat, kaya dan pintar, maka negara akan lemah, sedangkan sebaliknya bila rakyat lemah, bodoh dan miskin, negara akan kuat.

3. FSGI mendorong Pemerintahan yang baru untuk membuka akses yang lebih luas untuk anak Indonesia bersekolah dijenjang yang lebih tinggi, mengingat Angkatan kerja Indonesia saat ini didominasi lebih dari 50% lulusan SD dan SMP.  Minimnya SMP, SMA dan SMKN dihampir seluruh wilayah Indonesia mengakibatkan munculnya berbagai masalah ketika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Anggaran ratusan trilyun untuk maksi gratis lebih baik digunakan untuk membangun SMA dan SMK Negeri serta menambah guru. 

4. FSGI mendorong pemerintahan yang baru untuk membuka pemahaman mendalam terkait dana BOS. Dalam perspektif tersebut maka pemerintah yang baru dapat mengikuti sistem atau mekanisme penyaluran dana BOS yang saat ini cukup baik. Prinsipnya adalah tidak mengganggu jenis dan besaran dana BOS yang sudah ada namun dapat menambah jenis bantuan baru semisal Dana spesifik.  Artinya, kalau total Dana BOS yang digelontorkan pemerintah Indonesia ke sekolah-sekolah saat ini hanya Rp 59,08 T/tahun, sementara anggaran maksi gratis mencapai Rp 450T/tahun, maka tahun 2025 anggaran Dana BOS mencapai sedikitnya Rp 500,9T/tahun atau 10 kali lipat anggaran tahun Dana BOS tahun 2024. 

Jakarta, 3 Maret 2024
Retno Listyarti (Ketua Dewan Pakar FSGI)
Heru Purnomo (Sekjen FSGI)
Fahriza Marta Tanjung (Wakil Sekjen FSGI)
Mansur (Wakil Sekjen FSGI)
Fahmi Hatib (Presedium FSGI)

(Mang Sambas)

Previous Post
Next Post

0 Comments: