Kenali Siska Nirmala, Pemilik Toko Nol Sampah yang Keren di Kota Bandung
"iska Nirmala"
ZONASIONAL - Sosok pejuang kampanye nol sampah ini sudah sepuluh terakhir mempromosikan konsep nol sampah dalam hidup sehari-hari. Jendala promonya dilakukan di rumah hingga toko miliknya.
Berada di kawasan Jalan Bima, Cicendo, Kota Bandung, Toko Nol Sampah jauh dari gemerlap tempat niaga masa kini. Diapit pohon mahoni tinggi besar, bahkan tidak ada plang terpasang sederhana. Namun, di balik itu, ada banyak harapan besar Sang Pemilik, Siska Nirmala (36).
Masuk ke dalam toko berukuran 6 meter x 4 meter, puluhan stoples tersusun dalam rak kayu tanpa cat yang menempel di dinding putih. Stoples berukuran 1-5 liter itu terisi beragam produk.
Dinding kiri menjadi tempat bumbu masak, mulai dari garam hingga beragam kaldu. Sabun bubuk dan batang yang dijual grosir juga ada di sana.
Di dinding kanan adalah tempat makanan matang hingga bahan makanan. Ada biji-bijian (multigrain), makaroni, hingga kue muesli dipanggang bukan digoreng.
Penempatan ragam produk dalam stoples kaca besar bukan gaya-gayaan. Hal itu sengaja dilakukan untuk meminimalkan pengemasan. Pembeli juga disarankan membawa wadah sendiri.
”Harapannya, semua produk dan aktivitas jual beli ini bisa meminimalkan potensi munculnya sampah,” kata Siska.
Salah satu produk yang menarik perhatian adalah buah lerak. Bentuknya mirip kacang kenari. Namun, tidak untuk dimakan, lerak digunakan untuk bahan pencuci ramah lingkungan. Kuncinya ada di kandungan saponin dalam busa yang dihasilkan. Tidak heran bila lerak dikenal dengan nama biji sabun (soapnuts).
"Cara menggunakannya sederhana. Bisa langsung direndam atau disimpan dalam wadah sebelum masuk ke mesin cuci,” katanya sembari mengeluarkan lerak dari stoples dan menimbangnya. ”Ini salah satu yang banyak pembelinya,” ujar Siska.
Didirikan September 2020, Toko Nol Sampah jauh dari niat Siska mencari untung. Tempat itu menjadi satu dari sekian jendela mempromosikan konsep zero waste atau meminimalkan sampah. Sudah lebih dari 10 tahun Siska menerapkan gaya hidup itu.
Di Indonesia, konsep itu mungkin belum sepenuhnya populer. Kerap hanya dikenal sebagai salah satu cara memilah sampah, artinya lebih dari itu. Bila diselami, kaitannya erat dengan kebiasaan menyusun perencanaan matang, pola makan, kesehatan, hingga membuka celah bisnis ramah lingkungan.
"Dulu, saya sakit-sakitan, kini membuat tubuh ini lebih sehat. Ternyata mengurangi sampah dengan menata apa yang kita makan ikut memberikan kualitas kesehatan lebih baik,” katanya.
Kisah Siska dengan nol sampah dimulai saat ikut pelatihan sehari tentang zero waste di Yayasan Pendidikan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung tahun 2010. Materinya seperti memilah sampah dengan konsep takakura hingga mengurangi penggunaan plastik.
Akan tetapi, bukan perkara mudah langsung menerapkannya. Orang terdekat di rumah masih mencampurkan semua sampah dalam satu wadah. Kebiasaan menggunakan plastik juga tidak bisa berubah begitu saja.
"Bagi sebagian pedagang, kantong belanja masih dianggap barang mewah. Perlu praktik langsung seperti memasukkan barang sebelum ditimbang hingga penuturan bahasa kreatif yang tepat sebagai salah satu edukasinya,” katanya.
Inti dari zero waste adventure sebagai pergerakan pribadi (individual movement) adalah bertualang menyenangkan dengan sampah seminimal mungkin. Aplikasinya membawa bekal tanpa kemasan plastik atau yang berpotensi menjadi sampah baru. Selain itu, membawa sayur atau buah sebagai pengganti kudapan hingga tidak membawa botol minum dan makanan dalam kemasan.***